Postingan

Lockdown ala Decameron

Gambar
  Lockdown ala Decameron Decameron adalah cerita berbingkai karya Giovanni Boccaccio , sastrawan Italia   yang hidup pada tahun 1313 sampai 1375. Cerita itu ditulis setelah Wabah Hitam (Black Plague) melanda Eropa pada tahun 1347-1351. Decameron menceritakan usaha sepuluh anak muda untuk menyelamatkan diri dari wabah mematikan yang melanda kota mereka, Florentina. Wabah Hitam adalah sebutan untuk wabah pes atau sampar. Penyakit pandemik ini sekarang telah hilang.   Tapi, sebelum abad ke-20 wabah pes berulang kali terjadi dan sangat ditakuti. Sumber penyebabnya adalah baksil Yersina pestis . Perwujudannya   ada tiga macam yaitu pes bubo, pneumonia, dan septikemia. Pes bubo terjadi jika yang diserang adalah sistem imun. Penderitanya akan mengalami pembengkakan kelenjar getah bening di pangkal paha, ketiak, atau leher. Pes pneumonia terjadi jika yang diserang adalah saluran pernapasan. Adapun pes septikemia terjadi jika yang diserang adalah darah dan sistem pencernaan. Serangan yang

Dari Horor Demonik ke Horor Ideologis

Gambar
Resensi Buku DARI HOROR DEMONIK KE HOROR IDEOLOGIS Judul:               Terkutuk dan Kisah-kisah Mengerikan Lainnya Penulis:            Yudhi Herwibowo Penerbit:           PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia Cetakan:           I, 2020 Tebal:               vi + 156 halaman IBSN:               978-6230-016486               Dalam pembicaraan sastra, fiksi horor jarang sekali disorot, bahkan sekadar sebagai bagian dari sastra populer sekalipun. Jakob Sumarjo dalam buku langkanya yang secara khusus membahas novel populer Indonesia, pun tidak banyak menyinggung fiksi horor. Ia sambil lalu hanya menyatakan dalam bukunya yang terbit pada 1980 itu bahwa “novel gothik atau hantu-hantuan” belum mendapatkan publiknya. Meskipun dalam dekade-dekade berikutnya genre fiksi horor ini cukup mendapat sambutan publik, genre ini baru sedikit terangkat dalam perbincangan sastra pada 2010, dengan terbitnya antologi cerpen horor untuk menghormati ( tribute to ) Abdullah Harap y

hidup itu bermain-main

--tersebab anakku yang berbahagia hidup itu bermain-main, ayah: sepasang boneka bebek mengambang di dalam bak mandiku lalu kubuat mereka berenang dan ayah berkuak-kuak sementara membasuh mukaku sehabis sikat gigi hidup ini bermain-main, ayah: bola plastik kita tendang ke sana kemari lalu kita bersorak girang bersama-sama sementara bunda suapkan seujung demi seujung sendok sup ayam, wortel, dan brokoli hingga lewat makan siangku yang membosankan hidup itu bermain-main, bunda: bayang-bayang jemari ayah di dinding kamar menjelma pohon-pohon, garuda, dan bambi si anak kijang yang manis pengantar tidurku hidup itu bermain-main maka bermainlah bersamaku! --Maret-Juni 2011

PLERED IBU KOTA MATARAM

Plered bekas ibu kota Mataram pada masa Amangkurat 1 kini hanya tinggal nama. Tak banyak peninggalan sejarah yang berupa bangunan-bangunan atau benda fisik lain. Artikel singkat ini berupaya memberikan sekelumit gambaran tentang Plered pada masa Amangkurat itu. Ini merupakan hasil sampingan dari riset untuk penulisan novel Gadis-gadis Amangkurat (Maret, 2011, Penerbit Narasi) Kota Indah yang Menyimpan Tragedi PLERED, pusat Kerajaan Mataram masa Amangkurat I (1646-1677) yang terletak +12 km ke arah tenggara dari kota Yogyakarta, dalam imajinasi historis boleh jadi merupakan ibu kota Mataram yang paling cantik dibanding masa sebelum dan sesudahnya. Bayangkanlah sebuah kompleks istana dengan danau buatan yang sangat luas dan batang-batang air di sekelilingnya, juga Pegunungan Seribu sebagai latar belakangnya! Itulah gambaran yang muncul dalam babad-babad dan catatan kolonial Belanda. Namun, di balik keindahannya, Plered adalah panggung sejarah yang pernah mementaskan banyak drama kolo

Perempuan di Titik Koma

Rh. Widada YERMA yang letih mulai membuka lembar-lembar proof [1] itu di meja kecil, dalam kamar kontrakan yang kecil. Dengan cermat ia kemudian membaca, menelusuri huruf demi huruf di dalamnya. Yos, suaminya, memandangnya lekat-lekat sambil berbaring-baring di belakangnya. Teringat Yos akan mimpi buruknya: Yerma menyusut jadi sekecil huruf 12 point. Pada awalnya Yos dan Yerma sangat bahagia ketika Yerma diterima sebagai proof reader di sebuah penerbitan. Meskipun kecil dan baru berkembang, Gabriel Books adalah penerbit yang bergengsi. Yang lebih penting, kini mereka akan mempunyai sumber keuangan lain kecuali dari surat kabar lokal tempat Yos menjadi wartawan. Dan bayangan akan kehidupan rumah tangga yang lebih menyenangkan mengganggu tidur pasangan muda itu. Mereka tertawa dan merasa malu sendiri jika mengenang malam-malam setelah Yerma memasuki hari-hari kerjanya. Satu per satu mereka menyebut barang yang hendak mereka beli nantinya. “Mesin cuci untuk calon ibu,” kata Yos. “

For Elisa

Short Story by Rh. Widada What is a love like that melts a night into a glass of coffee and transforms the soul of an old man into a restless wisp of cigarette smoke? If you want to know the answer, ask Elis! "Norman, please, don't forget this blanket if you're gonna sit on the veranda. The draft, particularly at night, is no good for your rheumatism. Then, quit smoking or cut it down, please, honey?.” Old Norman clammed up, taking a deep puff from his cigarette. He straightened out his legs, resting them on the table. “Norman, do I have to keep on reminding you: Never ever put your legs on the table, please?” Norman said nothing. “Norman, darling....” Hurriedly, Norman pulled his legs down to the floor. “Norman, here's your coffee.” Norman, Norman, Norman. Only God knows how many thousand or million times Elis has called his name since they met in senior high school. And the word “honey” was only added to it in the third love letter after Elis was sure that Norman wa