Dari Horor Demonik ke Horor Ideologis
Resensi Buku
DARI HOROR DEMONIK KE HOROR IDEOLOGIS
Judul: Terkutuk dan Kisah-kisah Mengerikan
Lainnya
Penulis: Yudhi
Herwibowo
Penerbit: PT Elex
Media Komputindo, Kelompok Gramedia
Cetakan: I, 2020
Tebal: vi + 156
halaman
IBSN: 978-6230-016486
Dalam pembicaraan sastra, fiksi horor jarang sekali disorot, bahkan
sekadar sebagai bagian dari sastra populer sekalipun. Jakob Sumarjo dalam buku langkanya
yang secara khusus membahas novel populer Indonesia, pun tidak
banyak menyinggung fiksi horor. Ia sambil lalu hanya menyatakan dalam bukunya
yang terbit pada 1980 itu bahwa “novel gothik atau hantu-hantuan” belum
mendapatkan publiknya.
Meskipun dalam
dekade-dekade berikutnya genre fiksi horor ini cukup mendapat sambutan publik,
genre ini baru sedikit terangkat dalam perbincangan sastra pada 2010, dengan
terbitnya antologi cerpen horor untuk menghormati (tribute to) Abdullah
Harap yang ditulis oleh tiga sastrawan mutakhir: Eka
Kurniawan, Intan Paramaditha, dan Ugoran Prasad. Perkembangan ini kiranya tidak
lepas dari arus posmodernisme dan berkembangnya kajian budaya (cultural
studies) di fakultas-fakultas sastra yang lebih memberi peluang bagi
penelitian dan pembicaran tentang sastra populer.
Kiranya masih sebagai gejala dalam
arus yang sama, pada medio 2020 ini terbit buku antologi cerpen horor berjudul Terkutuk
dan Kisah-kisah Mengerikan Lainnya karya Yudhi Herwibowo, penulis produktif
yang menulis berbagai genre seperti cerpen, novel sejarah, dan novel remaja.
Cerpen-cerpen Yudhi ini sebagian besar sudah pernah terbit di koran atau
majalah yang selama ini menampilkan cerpen-cerpen yang berkategori sastra,
termasuk Jawa Pos. Apa yang telah ditawarkan oleh cerpen-cerpen horor Yudhi
sebagai sebuah fiksi horor? Apa saja hal-hal penting, baru, atau bernilai dalam
tawarannya itu baik sebagai genre fiksi horor maupun karya sastra secara umum?
Charles Derry (2009) dalam telaahnya
tentang cerita-cerita filem horor modern, membagi horor menjadi tiga kategori,
yakni horor kepribadian, horor bencana besar, dan horor demonik. Meminjam
istilah Dery, cerpen-cerpen horor Yudhi dapat dimasukkan ke dalam kategori
cerita horor demonik, yakni ketakutan atau kengerian pada golongan sejenis
setan atau iblis. Ada tiga poin yang mendukung hal ini. Pertama, hadirnya
seting tempat-tempat angker (bekas kuburan massal, kamar bekas tempat bunuh
diri dan/atau pembunuhan); kedua, hadirnya sosok-sosok gaib (ular merah, si
pengganggu, anjing jejadian, kucing misterius); ketiga, hadirnya
kekuatan-kekuatan besar, impersonal, dan gaib yang menguasai para tokoh
(kekuatan ajaib sebuah cermin, kutukan) .
Yang menarik, di luar kekuatannya
sebagai horor demonik, ada motif-motif atau gambaran-gambaran tertentu dalam
antologi ini yang menyaran pada ketakutan-ketakutan atau horor kolektif kita
sebagai masyarakat. Motif-motif itu ialah pertama, pengiblisan atau demonisasi
warna merah (dalam cerpen “Ular-ular Merah dalam Tubuh Kakek”, Anjing-anjing
Pulau Merah”). Kedua, pembantaian massal (dalam “Terkutuk”, “Pintu”). Ketiga,
penggambaran sosok ayah yang cenderung jahat, kejam, atau menjadi sumber
masalah (dalam “Terkutuk”, “Asu Baung”). Keempat, penyembunyian atau
kegelapan masa lalu (dalam “Pintu”, “Pernah Ada yang Mati di Kamar Ini!”,
“Kasus”, “Penjaga Tiga Pintu”). Kelima, balas dendam turun temurun
(dalam “Asu Baung”, “Terkutuk”, “Suanggi”).
Mereka yang lahir dan tumbuh pada
masa Orde Baru mungkin akan segera merasakan suatu ‘de javu’ saat
menemukan motif-motif tersebut. Merah adalah warna yang menakutkan, warna iblis.
Merah berasosiasi dengan komunisme yang terlarang dan dibayangkan terus hidup secara
laten sehingga sewaktu-waktu dapat muncul untuk membalas dendam. Generasi Orde
Baru hidup dalam atmosfer paternalistik dengan sosok bapak yang otoriter.
Mereka hidup dengan bayangan kolektif akan pembantaian massal yang menyertai
kelahiran era ini. Mereka terobsesi untuk mengetahui apa yang sesungguhnya
terjadi pada tahun 1965, tapi pintu sejarah selalu ditutup rapat. Semua itu
menciptakan, katakanlah, sebuah horor ideologis. Kisah-kisah mengerikan Yudhi
Herwibowo kiranya telah memperluas spektrum fiksi horor. Melalui horor demonik,
ia menyiratkan horor ideologis. (*)
Rh. Widada
Komentar
Posting Komentar